Renungan Sahur

Setiap tahun, setiap Ramadhan, aku selalu sahur di rumah, tak pernah sekalipun terlewat tanpa sahur bersama keluargaku di rumah, di atas meja makan yang sudah ada bahkan sebelum ibuku lahir. Selalu makan masakan ibuku dan selalu berbicara panjang lebar tentang mimpiku tadi malam, mimpi adikku, film tadi malam atau bahkan mengulang kejadian lucu di saat taraweh bersama. Selalu seperti itu, tak pernah kulewatkan seharipun tanpa itu.

Hingga akhirnya 17 agustus 2010 adalah sahur pertamaku di luar rumah, langkahku begitu berat ketika aku harus menyusuri jalan raya di jatinangor yang sepi bersama 2 adik kelasku. Saat kami memasuki sebuah rumah makan, aku melihat makanan yang tersedia disana, tak ada yang menarik untuk kumakan, sempat aku berpikir untuk sahur hanya dengan biskuit dan air putih, tapi kuurungkan niatku karena hari itu adalah hari besar, akan menjadi hari yang panjang di sejarah bulan ramadhanku. Akhirnya aku menjatuhkan pilihan di soto lobak dan telur balado, karena tak ada makanan lain yang menggugah seleraku.

 
Konsentrasi pemilihan makananku teralihkan ketika ada seorang anak laki-laki dengan rambut acak-acakan, celana pendek dan baju kusut memasuki rumah makan itu, masih sambil menguap dan menggaruki kepalanya. “Bu, yang biasa yah.” Katanya.

Dia kemudian berdiri, mengambil piring, sendok dan nasinya, menambahkan beberapa teman nasi kemudian mulai duduk dikursi. Dia mulai melahap makanannya, aku terus memperhatikan anak laki-laki itu sambil melahap makananku, kemudian dia berhenti makan, menelan nasi di mulutnya yang kukira masih belum halus dan mengambil minum, saat kulihat dia meneguk air di gelasnya, matanya sedikit berkaca-kaca.

Terbersit dipikiranku; oh, jadi inikah kehidupan anak kost yang terpisah berpuluh-puluh kilometer dari rumah dan orang tuanya? bahkan aku, yang baru pertama kali meninggalkan sahur pertama bersama keluargaku, ada rasa mengganjal di tenggorokanku, rasa rindu yang padahal baru kemarin sore aku bertemu dengan ibu dan adik-adikku…

Anak laki-laki itu menatapku, tersenyum kemudian menghabiskan makanannya sambil menunduk. Aku ingat saat pertama kali mengambil nasi dari bakul di rumah makan ini, aku memaki nasi yang terasa keras ini, sayur yang tak hangat, telur yang rasanya tak karuan, bahkan aku juga mencaci piring dan sendok yang berbau aneh, tak lupa juga aku mencibir tempat yang kumasuki ini. Sejenak aku malu pada diriku sendiri, aku hanya berada disini untuk 2 hari, tapi anak laki-laki tadi? mungkin saja dia akan berada di tempat ini untuk sahur hingga 4 atau 5 tahun ke depan.
Aku merasa beruntung karena hanya terpisah 2 hari dari rumah, aku beruntung hanya 2 hari makan sahur tak bersama keluargaku, aku beruntung juga setiap ramadhan selalu makan masakan ibuku.

Anak laki-laki itu keluar dari rumah makan itu sambil mengucapkan terimakasih pada si ibu pemilik rumah makan, kulihat makanan di piringnya habis tak bersisa, padahal dia mengambil menu yang sama denganku, bagiku rasa makanan ini pahit, tapi dia menghabiskannya seolah makanan ini adalah makanan paling enak sedunia.

Aku diterpa rasa malu yang semakin membuatku sadar, bahwa aku harus lebih banyak bersyukur dengan apa yang kumiliki saat ini, bahwa menempuh perjalanan 30 km setiap pagi dan sore untuk pergi kuliah dan pulang ke rumah lebih baik daripada terpisah 30 km tanpa merasakan sahur dan buka bersama keluargaku. Aku harus mengingat kejadian ini selamanya…

Dihari kedua sahurku, aku memakan makanan sahurku tanpa banyak bicara, meskipun biasanya setiap sahur aku selalu memakan makanan berkuah, meskipun kali ini tidak, aku bersyukur, karena ini adalah sahur terakhir, karena buka puasa nanti aku akan berada dirumah, merasakan kebersamaan dengan orang tuaku lagi, karena sahur besokpun aku akan makan makanan yang dimasak oleh ibuku, diatas meja makan yang bahkan lebih tua dari usia ibuku. Dan tentu saja aku akan bercerita tentang pengalaman yang kualami hari itu pada keluargaku.

Aku belajar sangat banyak ketika aku jauh dari keluargaku, aku kadang lupa betapa berharganya mereka saat aku selalu berada didekat mereka…
Aku beruntung dan aku akan mulai banyak bersyukur…



20 agustus 2010


Comments